Knowledge itu pengetahuan: apa yg diketahui orang tentang suatu hal. Misal: Saya tahu, bahwa: gudeg itu manis; Gunung Merapi di Jogja meletus (atau akan meletus), pemerintah Myanmar dikudeta (atau akan dikudeta). Pengetahuan ini saya peroleh dari merasakan, melihat, mendengar omongan atau membaca tulisan (pengetahuan yg disampaikan orang lain kepada saya). Pengetahuan bisa berupa sebuah data/fakta (benda, situasi ataupun peristiwa/kejadian/proses), bisa berupa kumpulan beberapa data/fakta. Yg terakhir ini (kumpulan fakta) disebut informasi. Jadi pengetahuan bisa berupa atau bahkan sinonim dengan informasi. Dalam kaitan dengan ilmu, pengetahuan dapat disebut konsep –atau setidaknya variasi ataupun indikasi dari suatu konsep: manis (variasi dari konsep rasa), meletus (bisa dipandang sebagai konsep, bisa dipandang sebagai variasi dari konsep bencana), kudeta (bisa dipandang sebagai konsep, bisa dipandang sebagai variasi ataupun indikasi dari konsep stabilitas politik).
Bayi lahir lalu hidup. Untuk hidup dia harus makan, berbaju dan berumah. Pangan, sandang, papan. Setelah besar dia butuh teman bermain, lingkungan sosial. Lalu berkreasi, bekerja.
Semuanya harus yg cukup, nyaman, membahagiakan. Syukur2 melimpah, agar lebih berbahagia lagi, bisa menabung untuk kebutuhan esok hari. Berkembang-biak.
Masyarakat itu, seperti makhluk hidup, tumbuh dan berkembang, juga surut dan mati. Berkembang karena perubahan lingkungan, kepentingan, nilai, teknologi dll. Dan setiap warga maupun kelompok berkembang dengan derajat/tingkat/kecepatan yg berbeda-beda –tergantung kompetensi, sosialisasi dsb. Maka jadilah individu, kelompok dan masyarakat yg satu dengan yg lain itu berbeda-beda, beraneka-ragam, bhinneka.
Tidak ada dua hal yg sama di dunia ini. Semua unik. Mirip banyak, sama persis tidak ada.
Maka demikianlah di dalam masyarakat orang itu tidak sama. Ada yg kaya, ada yg miskin. Pinter-bodoh, desa-kota, tinggi-rendah, merah-biru-kuning-jingga dst.
Berbeda itu indah. Meski hamparan padi di sawah juga sedap dipandang mata, tapi tidak ada taman yg berisi sebuah tumbuhan. Pasti beraneka-ragam, plural.
Untuk: Cornelis Lay, teman seperjalanan di Konggres AIPI di Kupang dan Manado awal 1990an.
Konteks: Hagia Sophia 2020, Turki Ottoman 1470an, Ibnu Khaldun (Tunisia-Andalusia 1350an), desentralisasi dan pandemi 2020, dan “hari kiamat” Black Brothers 1970an.
*
Sudah kubilang, bahwa negara adalah sebuah kesatuan yang terdiri dari: sekumpulan manusia (ribuan, puluhan, ratusan ribu, beberapa juta dan kemudian beberapa puluh dan ratusan juta), dipimpin (diurus, diperintah, dikelola) oleh seseorang di atas suatu wilayah, dan –tentu saja– diakui sebagai negara oleh manusia dan terutama pengurus dari negara lain. Manusia/penduduk/warganya bisa bertambah dan berkurang, keluar-masuk silih berganti. Pemimpin/pengurus/pemerintahnya bisa diwariskan, dipergulirkan, diperebutkan oleh intern keluarga dan nepot si pemimpin itu maupun di antara seluruh penduduk mapun dengan orang asing.
Desa ditulis
sebagai buku top oleh sejarawan/antropolog Koentjaraningrat dan Sartono
Kartodirdjo. Sepertinya juga oleh sosiolog Sajogjo dan –dengan perspektif ekonomi– antropolog Masri Singarimbun. Tahun 1980an
saya pernah melihat dan memegang buku-buku mereka –lupa, sudah membaca atau
belum… ?
Sebagai sarjana administrasi negara, ingin sekali sy menjadi lurah atau camat atau bupati ca. 1-2 tahun saja, lalu menulis buku rinci detil seperti buku-buku tadi. Tebal 1000-2000 halaman seperti buku Max Weber. Yg eksploratif imajinatif inspiratif tentang pengurusan/pengelolaan/penataan (ya itulah administrasi) sistem desa, kecamatan atau kabupaten itu. (Sekiranya Mendagri memberikan kesempatan kepada saya untuk duduk sebagai pejabat seperti ini… sungguh akan sangat luar biasa… di sudut hutan belantara Sumatera atau Kalimantan juga oke… ?)
Saya belum tahu bagaimana di negara lain, tapi di
Indonesia (dhi. di sekitar Klaten dan Sleman) yg saya pahami “daerah” bisa
berarti macam-macam: provinsi, kabupaten maupun kota, kecamatan, desa maupun
kelurahan, dusun, RW dan RT. Jadi mendengar orang berkata “pemerintah daerah”,
saya jadi senewen dan uring-uringan: daerah yg mana…? Provinsi atau kabupaten
atau apa/mana…?
Banyak daerah di Indonesia sekakrang ini sebenarnya dahulu adalah negara[1]: Jogja, Solo, Cirebon, Banten, Minang, Riau, Deli, Kutai, Bulungan, Makassar, Gowa, Ternate, Tidore. Gianyar, Buleleng dll. Konon semuanya berjumlah 299an buah! Semuanya berbentuk monarkhie (kerajaan atau kesultanan) –sistem pemerintahan/politik/administrasi/negara yang “kepala negara”nya turun-temurun. Selain/karena turun-temurun, beberapa “kepala negara” tersebut tidak sedikit yang berhubungan-keluarga: anak-bapak, saudara kanduang, keponakan, menantu-mertua, besan.