Jul
06
2021
samodra
[In response to Hanif Nurcholis, https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=4268791566570201&id=100003181997130&sfnsn=wiwspmo, 20 Juni 2021. Diulis 23 Juni, disempurnakan 6 Juli 2021.]
Rasanya pernah ada penelitian tentang kecamatan pada tahun 1980-an (?) yang diselenggarakan PAU (Pusat Antar Universitas) UGM dan Depdagri, untuk menjawab pertanyaan: Bisakah kantor kecamatan dijadikan sentra pelayanan publik? Pertanyaan ini mengemuka, karena dinilai kantor kecamatan (pada kasus di Jawa) pas sekali dalam cakupan geografisnya: tidak terlalu luas seperti kabupaten, tidak terlalu kecil seperti desa. Hampir tidak ada orang (sekali lagi di Jawa) yang merasa terlalu jauh jika harus pergi ke kantor kecamatan.
Continue Reading »
Aug
09
2020
samodra
Untuk: Cornelis Lay, teman seperjalanan di Konggres AIPI di Kupang dan Manado awal 1990an.
Konteks: Hagia Sophia 2020, Turki Ottoman 1470an, Ibnu Khaldun (Tunisia-Andalusia 1350an), desentralisasi dan pandemi 2020, dan “hari kiamat” Black Brothers 1970an.
*
Sudah kubilang, bahwa negara adalah sebuah kesatuan yang terdiri dari: sekumpulan manusia (ribuan, puluhan, ratusan ribu, beberapa juta dan kemudian beberapa puluh dan ratusan juta), dipimpin (diurus, diperintah, dikelola) oleh seseorang di atas suatu wilayah, dan –tentu saja– diakui sebagai negara oleh manusia dan terutama pengurus dari negara lain. Manusia/penduduk/warganya bisa bertambah dan berkurang, keluar-masuk silih berganti. Pemimpin/pengurus/pemerintahnya bisa diwariskan, dipergulirkan, diperebutkan oleh intern keluarga dan nepot si pemimpin itu maupun di antara seluruh penduduk mapun dengan orang asing.
Continue Reading »
Jul
10
2020
samodra
[In response to https://www.facebook.com/hanif.nurcholis2/posts/3276305015818866, 7 Juli 2020.]
Desa ditulis
sebagai buku top oleh sejarawan/antropolog Koentjaraningrat dan Sartono
Kartodirdjo. Sepertinya juga oleh sosiolog Sajogjo dan –dengan perspektif ekonomi– antropolog Masri Singarimbun. Tahun 1980an
saya pernah melihat dan memegang buku-buku mereka –lupa, sudah membaca atau
belum… ?
Sebagai sarjana administrasi negara, ingin sekali sy menjadi lurah atau camat atau bupati ca. 1-2 tahun saja, lalu menulis buku rinci detil seperti buku-buku tadi. Tebal 1000-2000 halaman seperti buku Max Weber. Yg eksploratif imajinatif inspiratif tentang pengurusan/pengelolaan/penataan (ya itulah administrasi) sistem desa, kecamatan atau kabupaten itu. (Sekiranya Mendagri memberikan kesempatan kepada saya untuk duduk sebagai pejabat seperti ini… sungguh akan sangat luar biasa… di sudut hutan belantara Sumatera atau Kalimantan juga oke… ?)
Continue Reading »
Jul
06
2020
samodra
[In response to https://www.facebook.com/hanif.nurcholis2/posts/3262609903855044.]
Saya belum tahu bagaimana di negara lain, tapi di
Indonesia (dhi. di sekitar Klaten dan Sleman) yg saya pahami “daerah” bisa
berarti macam-macam: provinsi, kabupaten maupun kota, kecamatan, desa maupun
kelurahan, dusun, RW dan RT. Jadi mendengar orang berkata “pemerintah daerah”,
saya jadi senewen dan uring-uringan: daerah yg mana…? Provinsi atau kabupaten
atau apa/mana…?
Banyak daerah di Indonesia sekakrang ini sebenarnya dahulu adalah negara[1]: Jogja, Solo, Cirebon, Banten, Minang, Riau, Deli, Kutai, Bulungan, Makassar, Gowa, Ternate, Tidore. Gianyar, Buleleng dll. Konon semuanya berjumlah 299an buah! Semuanya berbentuk monarkhie (kerajaan atau kesultanan) –sistem pemerintahan/politik/administrasi/negara yang “kepala negara”nya turun-temurun. Selain/karena turun-temurun, beberapa “kepala negara” tersebut tidak sedikit yang berhubungan-keluarga: anak-bapak, saudara kanduang, keponakan, menantu-mertua, besan.
Continue Reading »
Jul
05
2020
samodra
Pemerintah, pemerintahan, daerah, negara, konstitusi, masa
lalu, masa depan…..?
Berikut ini komentar saya terhadap posting Prof. Hanif
Nurcholis di facebooknya, bahwa
“pemerintahan daerah bukan milik rakyat”: file word 4
halaman.