Jan 07 2022


Pejabat politik dan birokrasi

Berikut ini pemahaman/tafsir sy terhadap (di atas, berdasar) diskusi Rebo malam, 5 Januari 2021:

  • Kalau anda jadi pegawai di gedung DPR, anda bisa jadi karyawan TU (administrasi dalam arti sempit): planning-organizing-actuating-controlling, bisa jadi staff pimpinan (melayani full kebutuhan anggota DPR yg jadi ketua suatu gugus tugas), atau jadi “pejabat fungsional” analis kebijakan.
  • Para wakil rakyat adalah orang2 yg sangat dimanja oleh pemerintah (negara?). Selain menerima gaji, uang tunjangan dan biaya perjalanan dinas dsb., mereka berhak mengangkat staf ahli yg mereka pilih sendiri sesukanya: bisa ahli beneran, bisa teman, timses, keponakan, tetangga atau suami/isteri. Jumlahnya tak tanggung-tanggun: 5 orang! Mereka hadir setiap kali rapat, sehingga bila ada sidang pleno gedung DPR RI riuh-rendah berubah jadi pasar tiban!
  • Tapi apa hasilnya..? Apa alasannya kita harus membiayai mereka sebanyak itu?
  • Mereka bekerja membuat pasal untuk semua hal. Semua hal kalau bisa dipasalkan, dibuatkan UU-nya. Dengan berkegiatan mereka memperoleh duit! Maka anda akan terus dan terus membuat peraturan, bertumpuk-tumpuk sampai menjerat anda dan anak-cucu anda sendiri!
  • Bagi sebagian pegawai, melayani wakil rakyat adalah pekerjaan yg paling menyebalkan. Banyak di antara para pejabat politik ini yg arogan dan sewenang2, seolah-olah dunia ini milik mereka. “Kayak anak TK,” kata Gus Dur.
  • Pejabat politik di kabupaten, misalnya, sering memaksakan/menitipkan pegawai honorer di birokrasi. Mereka digaji dengan pos anggaran “biaya jasa/barang” pada proyek2 pemerintah. Mereka terus bertahan di birokrasi dan mengharapkan diangkat jadi PNS atau P3K. (Tapi kok para kepala dinas ya mau saja dititipi pegawai honorer itu..???)
  • Sebenarnya P3K (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja) itu dimaksudkan sebagai orang swasta atau ormas yg sangat mumpuni yg direkruit untuk jadi pegawai di instansi pemerintah. Tapi dalam praktiknya ditelikung diisi orang2 yg sudah tidak bisa lagi jadi PNS. P3K jadi kantong penyelamat bagi para tenaga honorer (?).

  • Reformasi birokrasi baru-baru ini yg berujud penghapusan jabatan eselon IV dan dialihkan menjadi jabatan fungsional banyak yg sia-sia! Banyak instansi di daerah yg tidak membutuhkan atau menyediakan jabatan fungsional, sementara semua bisa beralih menjadi analis kebijakan. Jadilah sekarang ini ada ribuan analisis kebijakan di seluruh Indonesia, tapi yg mereka kerjakan tidak beda dengan posisi sebelumnya sebagai pejabat struktural.
  • Padahal banyak instansi di kabupaten tak membutuhkan analis kebijakan, tapi mereka terpaksa menerimanya. Kebijakan itu mestinya dirumuskan oleh eselon I dan II, sedangkan eselon III dan IV itu pelaksana.
  • Mantan birokrat kok jadi analis kebijakan? Mestinya posisi ini dikerjakan oleh perguruan tinggi atau aktivis sosial saja..?
  • Tirulah negara-negara yg sudah bagus: New Zealand, Korea Selatan, Inggris: sedikit struktur, sedikit aturan, banyak kerja –beres, cepat, efisien. Pelayanan publik tidak semuanya dikerjakan oleh instansi pemerintah, tapi juga oleh ormas dan swasta. Pemerintah mengatur, memfasilitasi dan mengawasi sahaja.
  • Latihlah para pemuda jadi enterprenuer, juga sociopreneur. Jangan biarkan lagi bermimpi jadi pegawai negeri!
  • Teknis: program itu mestinya diletakkan setelah/di bawah visi-misi, bukan setelah tujuan-sasaran. Ukan VMTSP tapi VMPTS. Program jadi tanggungjawab pimpinan puncak –seperti bupati–, bukan di bawah kepala dinas. Program itu lintas instansi!

  • Perlu dipikirkan lagi untuk menghapus otonomi provinsi. DPRD bisa berisi 100-an anggota, makan banyak dana. Kalau gubernur adalah wakil pemerintah pusat, ya gak perlu dipilih!

  • Jangan biarkan uang kita muspro, mubadzir, sia-sia, baik oleh birokrat maupun politisi! Jangan formalistis: yg penting dapat duit. Jangan sampai ada proyek mangkrak sia-sia tak berguna!
  • Keywords: serious, visi, misi, aturan, reward-punishment, kepemimpinan, komitmen, inovasi! Keberlanjutan, rencana, master plan!
  • Note: (Masih) Butuh revolusi mental? Revolusi politik atau birokrasi? Struktur dan prosedur?

Terimakasih kepada rekan2 yg telah berbagi atau hadir: Riyadi, Ponco, Alfakhur, Samsi, Djoko, Yusep, Almira, Amin, Sapnita, Bundo.

Comments Off on Pejabat politik dan birokrasi