Samodra Wibawa

Benarkah RI telah berhasil jadi negara hukum? Wong birokrasinya, yang berisi orang2 pinter yg diseleksi secara ketat dan sulit, diperintah oleh pejabat-politik, yg tidak diseleksi tapi dipilih oleh rakyat berdasarkan suka-gak-suka sogok-menyogok kok…

Rechtsstaat itu apa, Machtstaat itu apa?

Pada Kemis malam, 23 Des 2021, 9 orang telah memperbincangkan ini. Selengkapnya:

1. Perjalanan karir seorang pegawai bisa zigzag: perpustakaan – biro umum – arsip – biro pembangunan – panitia pengadaan – biro hukum – satpol pp – setwan – biro kerjasama – biro hukum lagi.
2. Kalau itu untuk pengayaan/pendewasaan yang terprogram/terencana bagus. Tapi kalau hanya mengekspresikan keinginan bupati/gubernur, itu jelek. Harusnya profesional, merit.
3. Harusnya setda saja yang mengelola pegawai. Bupati/gubernur dan DPRD bikin visi-misi, program kerja, menyerahkannya kepada birokrasi (setda, kadin dan seluruh pegawai) untuk menjalankannya, membagi anggaran, mengawasi penggunaannyya dst. Politik mbikin kebijakan, birokrasi melaksanakannya. Tentu perlu komunikasi di antara keduanya, tapi bukan intervensi. Harus jelas batas dan paugeran-nya.
4. Agak kurang masuk akal jika pejabat politik yang dipilih rakyat secara like-and-dislike mengatur birokrat yg diangkat sesuai kompetensi dengan seleksi yang ketat.
5. Pemkab/pemprov bisa bikin kerjasama dengan siapapun, termasuk mereka yg di luar negeri. Semua ada aturannya.
6. Pemda boleh menyisihkan dana untuk beasiswa.
7. Digitalisasi perlu dan tak terelakkan. Mempercepat, menghemat, menjadikan transparan, lebih profesional.
8. Perlu dipikirkan-lagi: Pemprov dihapus saja otonominya. Jadikan pemprov instansi pusat saja. Gubernur diangkat saja, tidak dipilih rakyat. Gak perlu ada DPRD. Hemat banyak, tenang, stabil. Biarlah yang ada pemerintah-otonomnya itu kabupaten/kota dan desa saja.

*

Terimakasih kepada hadirin: Kusbandono, Djoko, Amin, Yusep, Andi, Mira, Budiman, Suprapti.

**

Tags: birokrasi, netralitas, pemerintah provinsi, politik, politisi, promosi, rekruitmen