Oct 27 2024
Konstitusi dan Struktur Negara Madinah: Pemerintahan yang Adil dan Inklusif
Webinar ANN pada 24 Oktober 2024 membahas konstitusi dan struktur pemerintahan Negara Madinah. Pembicaranya Prof. Fahmi Amhar (BRIN), dan moderatornya Sofyan Hadi, MSi. (UNRI). Berikut ini pemahaman yang bisa saya bangun setelahnya.
Pendahuluan
Pada masa sebelum kedatangan Islam, masyarakat di Jazirah Arab hidup dalam sistem sosial yang tidak memiliki aturan negara yang jelas. Kondisi sosial di Kota Madinah—saat itu disebut Yathrib—terpecah-belah oleh konflik antar-suku. Pertikaian antara suku-suku besar seperti Aus dan Khazraj serta perselisihan dengan komunitas Yahudi menambah ketidakstabilan. Pada 622 M, Nabi Muhammad tiba di Madinah, dan menyusun Piagam Madinah sebagai dasar hukum yang menyatukan kelompok2 yg berbeda tersebut. Hal ini mengubah Madinah menjadi negara yang berdaulat, yg bekerja berdasarkan aturan Allah melalui Nabi Muhammad.
Elemen-elemen konstitusional apa dan struktur pemerintahan seperti apa yang berlaku di negara baru itu, yang diatur oleh Piagam Madinah? Apakah prinsip-prinsip dalam Piagam Madinah masih relevan dan dapat diaplikasikan dalam konteks pemerintahan modern saat ini?
Terbentuknya Negara Madinah
Yathrib merupakan kota yang dihuni beberapa suku dengan latar belakang yang beragam. Yang dominan adalah suku pribumi Aus dan Khazraj, lalu ada pula orang Yahudi dan Nasrani sebagai pendatang sejak berabad-abad sebelumnya. Antar kelompok ini sering terjadi konflik, yang mendorong mereka mencari pemimpin yang diterima dan dihormati oleh seluruh kelompok. Nabi Muhammad di Mekkah memiliki reputasi sebagai pribadi yang jujur dan adil, yang sedang tertindas di kotanya, diundang untuk memimpin Yathrib. Kelompok Aus dan Khazraj dua kali berbaiat kepada Nabi di Aqabah, sebuah tempat di luar Kota Makkah. Jadi Nabi hijrah ke Madinah pada 622 M tidak terutama karena selama sepuluh tahun sebelumnya ditekan oleh mayoritas masyarakat Makkah, melainkan karena telah ditahbiskan dan diundang sebagai “kepala negara”.
Setibanya di Madinah, Nabi Muhammad disambut oleh penduduk setempat dan langsung menghadapi tantangan untuk menciptakan perdamaian. Upaya beliau dalam membangun persatuan dilakukan dengan membuat sebuah dokumen yang mengatur hak, kewajiban, dan tata-kelola masyarakat di Madinah. Dokumen ini dikenal sebagai Piagam Madinah atau Sahifah, sebuah konstitusi yang menjadi pedoman untuk hubungan antar kelompok di dalam masyarakat.
Piagam Madinah adalah kesepakatan politik dan sosial yang orisinil, otentik sekaligus unik pada zamannya. Dokumen ini mengatur berbagai aspek kehidupan di Madinah, mulai dari keadilan sosial, perlindungan hak kelompok minoritas, hingga pembagian tanggung-jawab dalam pertahanan negara. Beberapa prinsip kunci dari Piagam Madinah meliputi:
- Keadilan dan Kesetaraan: Semua warga memiliki hak yang sama, baik Muslim maupun non-Muslim. Setiap komunitas memiliki kebebasan untuk menjalankan ajaran/aturan agamanya di dalam komunitas masing-masing.
- Tanggung Jawab Pertahanan: Semua kelompok bertanggung-jawab menjaga pertahanan Madinah dari ancaman eksternal, bergotong-royong dalam pertahanan negara.
- Pemerintahan Secara Musyawarah: Nabi Muhammad ditunjuk sebagai pemimpin yang diakui oleh seluruh komunitas di Madinah, termasuk suku Yahudi yang tetap mempertahankan keyakinan mereka. Semua kelompok terlibat dalam struktur pemerintahan, yang menunjukkan bahwa Piagam Madinah tidak hanya mengakui hak individu, tetapi juga hak kolektif setiap kelompok.
- Kedaulatan Hukum dan Kepatuhan terhadap Otoritas: Piagam Madinah menetapkan hukum Allah sebagai hukum tertinggi, namun pada saat yang sama, Nabi Muhammad sebagai pemimpin Madinah menjalankan kepemimpinannya secara musyawarah. Setiap keputusan yang dibuat berlandaskan pada keadilan. Dengan otoritas ini, Nabi Muhammad bertindak sebagai pengadil yang berperan menjaga ditegakkannya hukum secara konsisten dan adil.
Komponen Utama Pemerintahan Madinah
Sebagai kepala negara, Nabi Muhammad memimpin pemerintahan dan mengatur urusan kenegaraan dengan tanggung jawab menjaga ketertiban, mengawasi distribusi kekayaan, dan memastikan bahwa hukum syariah diterapkan dengan konsisten. Nabi Muhammad berperan langsung dalam memutuskan perkara penting, termasuk dalam hankam dan hubungan diplomasi. Beliau juga memastikan bahwa setiap individu memiliki akses keadilan dan kesejahteraan.
Nabi Muhammad menerapkan prinsip syura atau musyawarah sebagai metode pengambilan keputusan dalam hal-hal yang menyangkut kepentingan umum. Musyawarah ini melibatkan pemimpin-pemimpin masyarakat dari berbagai suku dan agama yang ada di Madinah, mencerminkan komitmen untuk mendengar dan mempertimbangkan suara setiap komunitas. Proses syura ini menciptakan rasa memiliki di antara semua anggota masyarakat dan mengurangi potensi konflik dengan memberikan ruang bagi semua pihak untuk terlibat dalam proses pemerintahan.
Fungsi yudikatif dalam Negara Madinah berlandaskan pada aturan/hukum Al-Qur’an. Setiap perkara yang timbul diadili berdasarkan wahyu Allah dan keputusan Nabi (yang semuanya dituntun oleh wahyu). Nabi Muhammad, sebagai pemimpin yudikatif tertinggi, memastikan keadilan ditegakkan dengan prinsip yang adil, transparan, dan tidak memihak. Setiap orang memiliki hak untuk membela diri dan mendapatkan keadilan yang setara.
Sistem Administrasi dan Sosial
Negara Madinah menegakkan aturan fardhu kifayah, atau tanggung jawab sosial kolektif, dalam berbagai aspek kehidupan. Tugas seperti pengurusan jenazah, shalat Jumat, dan pengelolaan pelayanan sosial dilaksanakan secara kolektif, dan pemerintah bertanggung jawab memastikan semua kebutuhan masyarakat terpenuhi. Dengan menerapkan prinsip ini, kesejahteraan masyarakat terjamin tanpa membebani individu atau kelompok tertentu saja.
Zakat dan sedekah merupakan sumber utama pendapatan Negara Madinah, yang diorganisir melalui lembaga keuangan negara yang dikenal sebagai Baitul Mal. Pengelolaan zakat melalui Baitul Mal menjadi instrumen utama untuk menciptakan kesejahteraan sosial dan mengurangi kemiskinan. Selain itu, jizyah atau pajak dari komunitas non-Muslim digunakan untuk membiayai kebutuhan bersama. Pendekatan ini memperlihatkan model ekonomi yang adil dan berpihak pada kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Keamanan dan pertahanan negara adalah tanggung jawab bersama. Semua anggota masyarakat, baik Muslim maupun non-Muslim, harus siap berkontribusi dalam upaya pertahanan negara. Ini menunjukkan pendekatan Madinah yang inklusif dalam menjaga stabilitas politik dan keamanan masyarakatnya. Oleh karena ketika komunitas Yahudi berkhianat membantu pasukan Makkah yang menyerang Madinah, mereka diusir dari Madinah.
Warisan dan Relevansi Modern
Prinsip-prinsip Negara Madinah yang mengedepankan keadilan, musyawarah, dan persatuan dilanjutkan dalam sistem Khilafah Rasyidin. Khalifah pertama hingga keempat—Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali—menerapkan sistem pemerintahan yang tidak otoriter dan berfokus pada kemaslahatan umat. Prinsip keadilan dan persamaan hak yang diusung dalam Piagam Madinah terus menginspirasi pemerintahan Islam di masa-masa selanjutnya, hingga menjadi pedoman dalam membangun masyarakat yang berkeadilan dan sejahtera.
Aplikasi dalam Pemerintahan Kontemporer
Prinsip-prinsip dalam Piagam Madinah, seperti keadilan dan persatuan, tetap relevan untuk pemerintahan modern, khususnya dalam mengelola masyarakat multikultural. Konsep musyawarah dapat diterapkan dalam bentuk demokrasi deliberatif, di mana masyarakat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Selain itu, penghormatan terhadap hak minoritas dalam Piagam Madinah dapat diadopsi sebagai inspirasi dalam menjamin hak-hak setiap kelompok dalam masyarakat modern, yang menjamin kerukunan dan stabilitas.
Struktur Pemerintahan
Struktur pemerintahan pada masa Nabi masih sederhana. Selain karena urusannya belum banyak, juga karena Nabi –karena kualitasnya—memegang semua fungsi pemerintahan sebagai telah disebut di atas. Namun dapatlah kiranya disebutkan struktur pemerintahan pada masa ini sebagai berikut:
- Khalifah atau Kepala Negara
Rasulullah memimpin negara Madinah dengan kedudukan sebagai Khalifah yang memiliki otoritas penuh dalam pemerintahan dan hukum. Jadi Nabi adalah pemimpin politik yang bertanggung jawab atas kelangsungan hidup seluruh komunitas yang ada di Madinah. - Majelis Umat sebagai Konsultatif
Majelis umat atau syura berfungsi sebagai forum musyawarah yang anggotanya berasal dari perwakilan berbagai suku dan kelompok masyarakat di Madinah. Mereka memberikan masukan kepada Khalifah mengenai berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakat. - Wakil Khalifah dan Muawin
Rasulullah menunjuk beberapa wakil dan pembantu (muawin) untuk menjalankan pemerintahan. Para muawin ini bertugas untuk mengatur hal-hal teknis dan administratif, termasuk hubungan dengan suku-suku yang berada di sekitar Madinah. Pembagian tugas ini memudahkan Khalifah dalam menjalankan fungsi-fungsi negara, sehingga roda pemerintahan berjalan lancar dan setiap masalah dapat ditangani dengan cepat dan tepat. - Qadi sebagai Lembaga Peradilan
Qadi atau hakim berperan menyelesaikan sengketa yang muncul di masyarakat. Mereka ditunjuk untuk menegakkan hukum dalam kasus-kasus pidana dan perdata, dan menjalankan peradilan sesuai prinsip-prinsip syariat yang telah diajarkan oleh Rasulullah. Nabi sendiri kerap kali berlaku sebagai qadi. - Baitul Mal sebagai Pengelola Keuangan Negara
Baitul Mal adalah lembaga pengelolaan harta negara yang bertugas menerima, menyimpan, dan mendistribusikan zakat, sedekah, serta pendapatan lainnya untuk kepentingan masyarakat. Sumber dana ini digunakan untuk membantu fakir miskin, membangun infrastruktur, dan memenuhi kebutuhan administrasi negara. Baitul Mal menjadi institusi penting dalam upaya pemerataan ekonomi dan menjaga kesejahteraan masyarakat secara umum.
**
Comments Off on Konstitusi dan Struktur Negara Madinah: Pemerintahan yang Adil dan Inklusif