Nov 09 2020
Kesenjangan dan pertentangan
[Pasca ISD, pert. 06]
Masyarakat itu, seperti makhluk hidup, tumbuh dan berkembang, juga surut dan mati. Berkembang karena perubahan lingkungan, kepentingan, nilai, teknologi dll. Dan setiap warga maupun kelompok berkembang dengan derajat/tingkat/kecepatan yg berbeda-beda –tergantung kompetensi, sosialisasi dsb. Maka jadilah individu, kelompok dan masyarakat yg satu dengan yg lain itu berbeda-beda, beraneka-ragam, bhinneka.
Dalam beberapa hal, perbedaan itu terbaca sebagai kesenjangan atau ketimpangan. Penyebutan ini biasa dilekatkan pada perbedaan ekonomi, pendidikan, teknologi dan politik/kekuasaan. Kesenjangan dapat dengan mudah menimbulkan kecemburuan dari kelompok rendah terhadap kelompok tinggi. Akibatnya adalah kriminalitas (pencurian, begal) dari the have not kepada the have. Terjadilah begal atau perampok ideologis: merampok bukan terutama karena kelaparan tapi karena kebencian atas (apa yg dianggapnya) ketidakadilam atau bahkan eksploitasi. Muncullah Robinhood: pahlawan bagi si miskin, pencoleng bagi si kaya.
Dalam perspektif the have not, ketimpangan sosial-ekonomi terjadi karena the have melakukan eksploitasi terhadap keseluruhan masyarakat. Ringkasnya: pengusaha mempekerjakan buruh, menggaji murah dan memperoleh keuntungan banyak. Keuntungan pengusaha (baca: kapitalis) hanya sedikit yg dikembalikan kepada buruh yg telah bekerja untuknya.
Buruh tidak (mau) melihat, bahwa para pengusaha itu membangun dan mengembangkan usahanya tidak secara gratis. Para pengusaha itu mungkin dulunya adalah juga buruh, miskin. Mereka bekerja keras, menabung, bekerja-sambilan, dan merintis usaha dengan keringat (dan mungkin darah). Pada saatnya si buruh yg rajin dan ber-usaha-sampingan ini bisa menjadi pengusaha beneran. Itu yg sukses. Yg tidak sukses ada juga, banyak –jatuh semakin miskin; usaha bangkrut, utang menumpuk. Jadi ada risiko yg besar.
Proses untuk menjadi pengusaha itu tak dilihat oleh para buruh. Yg mereka lihat adalah bahwa para pengusaha enak-enak ngontrol sana koreksi sini, marah sana semprot sini, dan hidup mewah: rumah mentereng dan banyak, kendaraan canggih dan wangi. Perusahaannya berjalan (oleh para manajer atau direktur yg digaji), pengusahanya berjalan-jalan.
Begitulah. Suasana on the spot yg terlihat dan terasakan oleh the have not adalah: saat ini dia enak, saya yg susah berjerih-payah untuknya. Maka kriminalitas, pemberontakan, pembunuhan. Seperti itulah, sepertinya, apa yg terjadi pada pemberontakan PKI 1925-an di beberapa daerah di Hindia Belanda, dan peristiwa anti feodal (keluarga kerajaan, pejabat, orang kaya) di beberapa lokasi pada 1945-47-an (dimotori oleh PKI juga?) di Republik Indonesia. Juga aksi sepihak pendudukan tanah perusahaan dan orang kaya oleh PKI pada 1960-an (?). Tertuduhnya adalah PKI. Bahwa tahun 1965-70 arus itu berbalik menjadi bumerang, tsunami bagi PKI….mari kita pelajari dan renungkan bersama.
*
Perbedaan (horisontal) yg menimbulkan koflik rasanya tidak ada. Beda agama kok konflik, itu pasti karena juga ada kesenjangan ekonomi atau politik. Perbedaan agama dan suku rasanya tidak akan meletus menjadi huru-hara tanpa ada sebab yg lain. Agama dan suku dimanfaatkan oleh pihak-pihak yg bertikai/berebut ekonomi dan kekuasaan untuk memperkuat posisi mereka saja. Perbedaan itu indah, semua orang tahu itu. Tapi ketika perbedaan itu menggerogoti harta-benda anda, anda akan mulai marah.
Orang Perancis yg mengejek Nabi Muhammad mungkin tidak akan menimbulkan konflik, jika ummat Islam adalah penguasa dan orang kaya di Perancis. Tapi karena mereka adalah the have not, mereka marah. Ketidaknyamanan ekonomi mereka (dan mungkin kecemburuan-sosial) tersulut dengan sangat mudah oleh sentilan agama.
Tapi, mengapa pula, sebaliknya, orang Perancis harus membuat guyonan tentang Nabi? Pasti tidak sekedar ekspresi seni yg bebas, melainkan karena mereka tengah merasa bahwa kenyamanan politik-ekonomi mereka sedikit-banyak mulai terusik atau bahkan terancam oleh keberadaan muslimin yg semakin banyak dan kuat di sana. Jadi karikatur itu adalah pernyataan was-was mereka, yg diaku sebagai kebebasan bersuara. Mereka khawatir kenyamanan hidup mereka terganggu, dan mengekspresikannya dalam olok-olok agama.
Pada sisi lain: liberty yes, tapi di mana egalite dan fraternite-nya? Anda hanya mau menang sendiri, sombong, kalau mengagungkan kebebasan tanpa mempedulikan kesamaan, kesetaraan, keadilan dan kebersamaan, persaudaraan sesama manusia.
*
Kenyamanan, kemapanan yg terusik dan terancam, itulah yg menggerakkan orang untuk melawan, menyingkirkan orang lain.
Jadi, bagaimana caranya agar anda kaya dan berkuasa tanpa mengusik kenyamanan orang lain?
Ngono yo ngono ning ojo ngono.
Ojo dumeh.
*
Solusi: pajak usaha, pekerjakan masyarakat terdekat, jangan rusak lingkungan fisik-biologis (kalau terpaksa merusak, berikan kompensasi yg memadai), jaga nilai, norma susila, kebiasaan lama agar tidak terganggu/tercerabut secara frontal.
Besarnya pajak haruslah proporsional, dari nol hingga 80%! Gunakan pajak untuk kesejahteraan masyarakat: pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Termasuk dalam “pajak” ini adalah zakat, infak, shodaqah dan wakaf. Jadilah pengusaha yg dermawan, berjiwa sosial.
Jadilah pengusaha yg tidak eksploitatif:
- tentukan dan hitung keuntungan secara transparan!
- gajilah buruh secara proporsional sesuai keuntungan perusahaan, berikan bonus tiap akhir tahun –atau sebaliknya pangkaslah gaji, jika perusahaan rugi!
- biarkan buruh ikut memiliki saham perusahaan!
- didiklah buruh agar mereka bisa menjadi pengusaha seperti anda (bagi yg mau dan punya nyali)!
Saran solutif di atas untuk pengusaha dan penguasa!
**
Comments Off on Kesenjangan dan pertentangan